Rabu, 10 Maret 2021

KELUMPUHAN MENDADAK PADA UNGGAS

KELUMPUHAN MENDADAK
PADA UNGGAS


Kelumpuhan merupakan salah satu masalah serius yang muncul di peternakan ayam broiler (ayam pedaging) sejak tahun ’80-an. Meski kasusnya sendiri tidak banyak terjadi karena persentase kejadiannya yang kecil, bukan berarti kita boleh menganggap enteng masalah yang satu ini. Berikut akan diuraikan lebih detail mengenai kasus lumpuh pada broiler tersebut yang diharapkan bisa menambah informasi baru bagi para peternak.

Penyebab Kelumpuhan

Sebagian peternak burung puyuh ayam broiler pasti pernah menemukan beberapa ekor burung yang dipelihara mengalami pincang, sulit berjalan, atau lumpuh tidak bisa berjalan sama sekali. Seperti yang pernah dialami salah satu peternak burung puyuh binaan kami. Peternak heran, karena memasuki minggu 20 pemeliharaan, ia menemukan beberapa burung puyuh ndeprok (lumpuh). Khawatir salah penanganan dan kejadiannya makin tinggi, peternak pun meminta bantuan dokter hewan di daerahnya untuk mendiagnosis.

Ternyata yang terjadi adalah burung puyuh mengalami bengkak atau radang sendi akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Peternak pun disarankan untuk memberikan antibiotik guna mengobati burung puyuh-nya yang terkena lumpuh tersebut. Lalu bagaimana jika lumpuh pada burung puyuh bukan disebabkan oleh agen bakteri? Bagaimana Penanganannya

Hal inilah yang menjadi masalah. Banyak usaha pemberian antibotik dilakukan peternak saat ditemukan burung puyuh dan ayamnya mengalami kelumpuhan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Kegagalan penanganan biasanya disebabkan karena terbatasnya pengetahuan peternak tentang penyebab kelumpuhan, terutama tentang gejala klinisnya di luar gejala lumpuh, serta perubahan organ lain yang berkaitan dengan penyakit ini.

Berdasarkan laporan di lapangan, kejadian lumpuh pada burung puyuh atau ayam broiler selama ini bisa muncul tiba-tiba tanpa gejala awal, atau bermula dari luka pada telapak kaki, hingga bengkak, terjadi radang sendi, dan akhirnya lumpuh. Bahkan ada pula yang disertai dengan perubahan organ tubuh yang lain. Burung Puyuh atau Ayam yang mengalami kelumpuhan, jika kondisinya tidak membaik, maka lama-kelamaan akan mati. Hal ini akibat berkurangnya nafsu makan, turunnya bobot badan, dan rendahnya daya tahan tubuh burung atau ayam.

Kelumpuhan pada burung atau ayam broiler banyak sekali penyebabnya. 
Faktor tersebut terdiri dari faktor non-infeksius seperti traumatik atau kekurangan/defisiensi nutrisi, dan faktor infeksius (karena infeksi bibit penyakit seperti CRD, Mareks, Reovirus, dll).

Faktor non-infeksius :

Traumatik pada kaki burung puyuh atau ayam bisa disebabkan oleh luka akibat benda tajam atau terjepit di sela-sela lantai kandang. Penyebab kelumpuhan burung puyuh dan ayam yang satu ini paling mudah diketahui, karena secara kasat mata akan terlihat bagian yang terluka. Jika luka yang terjadi masih ringan, artinya hanya jaringan kulit atau ototnya saja yang agak memar atau robek, maka luka masih bisa disembuhkan dengan mengoleskan Antisep atau Neo Antisep. Namun jika luka traumatik tersebut sudah sampai merusak saraf, maka luka akan sulit disembuhkan. Oleh karena itu ayam sebaiknya diafkir karena produktivitasnya tidak akan optimal.

Faktor non-infeksius lainnya yakni terkait defisiensi nutrisi, seperti kalsium dan fosfor. Defisiensi vitamin B dan D3, serta mineral Mn juga bisa menimbulkan gejala lumpuh, terutama pada ayam-ayam muda. Untuk itu, pemberian vitamin dan mineral pada ayam yang baru tumbuh sangat membantu dalam mencegah dan menyembuhkan kasus kelumpuhan jenis ini. 

Faktor Infeksius :

Beberapa agen penyakit viral (virus) yang diketahui bisa mengakibatkan kelumpuhan ketika menyerang ayam broiler Ayam Layer maupun Burung Puyuh antara lain Adenovirus, Picornavirus, Herpesvirus, dan yang menimbulkan masalah serius adalah Reovirus. Untuk agen bakterial, Mycoplasma Synoviae, menjadi salah satu agen penyebabnya. Ada lagi bakteri Staphylococcus Aureus yang juga sering dilaporkan sebagai penyebab primer kelumpuhan. Akan tetapi kejadian lumpuh oleh bakteri ini juga seringkali bersifat oportunistik, artinya bakteri akan ikut menyerang ayam atau Burung setelah sebelumnya terinfeksi oleh Reovirus dan Mycoplasma Synoviae.

Berbeda dengan faktor non-infeksius, jika kelumpuhan terjadi akibat faktor infeksius, maka selain lumpuh akan muncul gejala klinis dan perubahan patologi anatomi lain yang mengikuti. Selain itu, tingkat kesakitan dan kematian yang timbul juga lebih tinggi. Pada kesempatan kali ini akan ada empat agen infeksius penyebab kelumpuhan yang akan kami ulas, yaitu kelumpuhan oleh Staphylococcus aureus, Mycoplasma synoviae, Reovirus, dan Herpesvirus. Mari kita coba simak bagaimana cara membedakan atau mengetahui kelumpuhan yang disebabkan oleh masing-masing agen infeksi tersebut dan penanganannya.

Lumpuh Akibat Staphylococcus Aureus

Kelumpuhan yang disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus aureus (S. Aureus) sering terjadi pada Burung atau ayam broiler dewasa dibanding ayam muda. Kualitas kandang yang buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Lumpuh tersebut berawal dari kejadian kulit robek atau terluka yang tidak segera diobati, kemudian terinfeksi dan terjadi pembengkakan. Kulit yang terluka tersebut umumnya terjadi pada telapak kaki (foot pads), seperti terkena kawat atau belahan bambu yang tajam. Masa inkubasi bakteri S. aureus berlangsung cukup singkat sekitar 2-3 hari. Dengan kata lain, ketika bakteri S. aureus masuk melalui luka, maka 2-3 hari kemudian akan terjadi pembengkakan pada telapak kaki atau disebut dengan bumble foot. Nama lain kasus ini adalah bubulan. Kebengkakan tersebut terjadi akibat racun/toksin yang dikeluarkan oleh S. aureus.

Di dalam jaringan telapak kaki, bakteri S. aureus menyebabkan pembentukan nanah sehingga telapak kaki lama-kelamaan membesar/membengkak berisi perkejuan dan burung atau ayam pincang, lumpuh, serta lemah.

Pembengkakan ini bahkan bisa sampai lutut kaki burung atau ayam. Awalnya kasus Bumble foot ini hanya terlihat pada satu kaki, tetapi jika berlanjut lebih parah, maka tidak menutup kemungkinan dialami oleh kedua kaki. Selain bersifat lokal, infeksi S. aureus yang terus-menerus tidak diobati juga bisa bersifat sistemik (septikemia), yakni bakteri ikut masuk ke dalam aliran darah dan menginfeksi organ tubuh lain selain bagian kaki. Contohnya terjadi kematian jaringan (nekrosis) dan kongesti (pembendungan) pembuluh darah pada organ hati, limpa, ginjal, dan paru-paru.

Pada kondisi yang parah, infeksi S. aureus juga bisa berkomplikasi dengan bakteri Clostridium septicum. Serangan komplikasi ini menyebabkan dermatitis gangrenosa pada jaringan di bawah kulit. Tandanya, kulit/subkutan di bagian leher atau di dekat sayap berwarna merah gelap/kehitaman, berisi nanah, dan terkadang mengeluarkan bau busuk.

Infeksi S. aureus yang menyebabkan bumble foot pada dasarnya tidak menular, baik secara vertikal maupun horizontal. Untuk itu, angka kesakitan yang muncul relatif kecil, kecuali jika kualitas kandang yang digunakan sudah tidak memenuhi persyaratan untuk kaki ayam berpijak. Sedangkan angka mortalitas (kematian)-nya antara 0-15%.
Saat ditemukan burung atau ayam yang mengalami kelumpuhan atau bumble foot akibat infeksi S. aureus, sebelum dilakukan pengobatan, lakukan seleksi burung atau ayam sakit terlebih dahulu. 
Burung atau Ayam dengan kondisi bengkak/bumble foot yang sudah parah sebaiknya diafkir karena akan sulit disembuhkan. Sedangkan yang pembengkakan sendinya belum terlalu besar atau masih berbentuk luka, masih bisa diobati dengan mengoleskan CIL dan diberi Antibiotik Doxyvet, Erysuprim, atau Medoxy-LA. Selain itu, guna membantu mempercepat proses penyembuhan, setelah pemberian antibiotik bisa diberi multivitamin baik itu dengan Antibiotik alami maupun sintetis.

Lumpuh Akibat Mycoplasma Synoviae

Mycoplasma merupakan mikro-organisme prokariotik sejenis bakteri yang menyerang unggas. Kasus seranganannya disebut dengan mycoplasmosis. Salah satu kasus mycoplasmosis yang sudah sering kita dengar yakni CRD atau ngorok. Penyebabnya adalah spesies Mycoplasma Gallisepticum (MG). Selain MG, ada spesies Mycoplasma lain yang juga diketahui menyerang burung atau ayam komersial, hanya saja lebih spesifik menyerang bagian sendi kaki burung dan ayam sehingga timbul radang sendi dan akhirnya kelumpuhan. Spesies Mycoplasma tersebut adalah Mycoplasma Sinoviae (M. Synoviae) atau kasusnya lebih dikenal dengan istilah Infeksi Synovitis.

Mycoplasma Sinoviae ini biasanya menginfeksi burung atau ayam broiler di umur = 4 minggu, dan umur di atas 3 bulan untuk burung puyuh, namun ada pula ayam yang terinfeksi pada umur 1 minggu. Masa inkubasinya bervariasi antara 2-21 hari. Saat awal menginfeksi, sebenarnya mikroorganisme ini masuk melalui sistem pernapasan burung atau ayam dan langsung mendiami lokasi membran mukosa saluran pernapasan. Pada tahap awal ini tidak akan muncul gejala klinis, kecuali jika infeksi M.  Sinoviae tersebut berkomplikasi dengan penyakit ND atau IB, maka baru akan muncul gejala ngorok dan terjadi peradangan pada kantung udara.

Selanjutnya, ketika infeksi M. Sinoviae terjadi dan telah berada pada stadium sistemik/septikemia (yang bersifat akut maupun kronis), M. Sinoviae akan menyebar ke organ lain melalui aliran darah. Setelah itu M. Sinoviae akan bersarang pada persendian kaki dan kantung perut (sternal bursa) hingga timbul pembengkakan dan gejala kelumpuhan. Pada kondisi ini biasanya ayam terlihat lesu, nafsu makan menurun, dan terlihat pincang jika berjalan. Apabila kondisi semakin parah, maka akan terjadi depresi, anemia, kepucatan pada muka dan jengger, kekurusan, dan terjadi kematian.

Gejala klinis yang paling terlihat saat burung dan ayam terinfeksi M. Synoviae adalah adanya pembengkakan pada persendian lutut (Hock Joints) dan jari kaki (Toe Joints). Bedanya dengan kasus infeksi S. Aureus ialah tidak ada bekas luka, baik di lutut atau telapak kaki burung atau ayam. Jika pada bagian yang bengkak tersebut dibuka, maka ada eksudat/cairan kental, berwarna putih, abu-abu sampai kekuningan. Biasanya volume eksudat lebih banyak ditemui pada telapak dan jari kaki. Selain ditemukan pada persendian kaki, eksudat fibrinous (jaringan terkikis) dan atau caseous (nanah agak padat) juga bisa ditemukan pada persendian sayap, kantung udara, selaput hati dan jantung, dan jaringan subkutan (di bawah kulit) kantung perut dekat bursa. Kadang-kadang ditemukan pula pembengkakan pada hati dan limpa disertai bintik-bintik berwarna hijau atau merah, atau pembengkakan ginjal berwarna pucat.

Infeksi M. synoviae bisa menular secara horizontal dan vertikal. Penularan secara horizontal terjadi secara langsung dari ayam yang terinfeksi ke ayam yang peka lewat udara, dan menular secara tidak langsung lewat peralatan kandang, pekerja atau kendaraan yang terkontaminasi. Sedangkan penularan secara vertikal terjadi melalui indung telur, sehingga anak ayam yang baru menetas bisa membawa bibit penyakit sekalipun persentasenya sangat rendah. Dan jika manajemen kesehatan yang diterapkan di kandang komersial tidak baik, maka penyebaran infeksi horizontal mudah terjadi.

Morbiditas (angka kesakitan) dari ayam yang terinfeksi M. synoviae bisa mencapai 90-100%, tetapi yang memperlihatkan radang sendi umumnya hanya berkisar 5-15% atau kadang-kadang bisa mencapai 75% jika manajemen kesehatan yang diterapkan di peternakan tidak disiplin. Sedangkan angka mortalitasnya rendah, yaitu sekitar 1-10%.

Sama halnya dengan kasus radang sendi akibat infeksi S. aureus, saat di peternakan ditemukan ayam yang mengalami radang sendi akibat infeksi M. sinoviae, sebelum dilakukan pengobatan, seleksi ayam sakit terlebih dahulu. Ayam dengan kondisi bengkak sendi yang sudah parah sebaiknya langsung diafkir. Sedangkan yang pembengkakan sendinya belum terlalu besar, masih bisa diobati dengan pemberian antibiotik Neo Meditril, Therapy atau Doxytin. Selain itu, guna membantu mempercepat proses penyembuhan, setelah pemberian antibiotik bisa diberi multivitamin Fortevit atau Vita Stress.

Lumpuh Akibat Reovirus
Kelumpuhan yang disebabkan oleh Reovirus umumnya memang lebih sering terjadi pada ayam broiler dibanding ayam layer (petelur). Pada kondisi normal, Reovirus bisa ditemukan pada usus dan alat pernapasan. Reovirus yang ditemukan pada alat pencernaan hanya 20% yang bersifat ganas.
Virus ini bermigrasi dan bertahan lama hidup pada seka tonsil dan persendian. Virus yang hidup pada seka tonsil dan menyebar pada alat pencernaan biasanya menyebabkan malabsorption (gangguan penyerapan oleh usus) sehingga timbul manifestasi berupa kekerdilan. Sedangkan virus yang menyebar pada persendian adalah virus yang menyebabkan radang/pembengkakan sendi dan kelumpuhan.
Reovirus dapat disebarkan melalui feses dan udara. Selain itu, virus juga dapat bertahan lama hidup pada feses sehingga feses diduga merupakan sumber penyebaran utama. Ayam umur 1 hari (DOC) biasanya lebih peka terinfeksi Reovirus melalui pernapasan (udara, red) ketimbang melalui alat pencernaan. Dan karena penyebaran dapat terjadi sejak ayam umur 1 hari, maka tingkat morbiditas infeksi Reovirus relatif cukup tinggi.
Radang sendi akibat infeksi Reovirus umumnya terjadi pada umur muda, yaitu pada kisaran umur 3-4 minggu. Infeksi bermula dari saluran pencernaan. Jika infeksi terus berlanjut, karena predileksi virusnya selain pada seka tonsil juga pada persendian, maka peradangan/pembengkakan kaki akan muncul. Pembengkakan kaki tersebut biasanya terjadi pada tendon metatarsal extensor dan digital flexor. Akibatnya, kaki sulit digerakkan.
Gejala klinis pada ayam yang terkena infeksi Reovirus tergantung pada umur dan status imunitas ayam. Infeksi Reovirus umumnya menyebabkan pertumbuhan tidak merata, kekerdilan, bulu terbalik, dan kematian meningkat. Kepincangan atau kelumpuhan terjadi karena peradangan pada tendon metatarsal extensor dan digital flexor.
Saat ayam terlanjur mengalami lumpuh akibat infeksi Reovirus, maka ayam sudah tidak bisa diobati karena penyebabnya adalah virus. Tindakan yang bisa diambil adalah pemberian antibiotik (Ampicol, Doxytin atau Neo Meditril) untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk membantu pertumbuhan ayam bisa diberikan Neobro atau Broiler Vita.
Sedangkan tindakan untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi Reovirus di antaranya dengan menyeleksi DOC, yaitu memilih DOC yang berasal dari induk yang sebelumnya pernah divaksin Reovirus di tingkat breeding farm.

Lumpuh Akibat Herpesvirus
Satu lagi penyakit yang manifestasinya menyebabkan kelumpuhan, yaitu penyakit infeksi oleh Herpesvirus atau lebih dikenal dengan nama penyakit Marek. Masa inkubasi penyakit Marek dapat berlangsung selama 2 minggu. Infeksi yang berasal dari ekskresi virus dari ayam yang sebelumnya terinfeksi akan muncul gejala klinis sekitar 3-6 minggu.
Pada kasus akut, ayam dapat mati secara mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis sebelumnya. Sedangkan pada ayam yang masih dapat bertahan, ayam akan menunjukkan gejala depresi dan lesu, kemudian mengalami gangguan gerak, dan berlanjut dengan kelumpuhan pada alat gerak (kaki dan sayap), baik parsial (salah satu sisi) maupun seluruhnya.
Gejala klinis pada kasus kronis, umumnya ditemukan kerusakan (pembengkakan dan kelumpuhan) pada saraf tepi yaitu pada saraf ischiadicus yang menyebabkan kelumpuhan pada kaki, nervus brachialis yang menyebabkan kelumpuhan di sayap (terkulai), serta nervus vagus yang menyebabkan gangguan dalam bernapas, serta leher menjadi terpuntir (tortikolis).
Perubahan patologi anatomi yang tampak setelah bedah bangkai pada kasus Marek yaitu adanya pembesaran saraf perifer pada satu atau beberapa saraf yang lain. Selain pembesaran, warna pada saraf perifer (tepi) juga berubah menjadi kuning sampai kelabu, hilangnya garis lintang, serta kadang terlihat oedema (bengkak karena berisi cairan).
Sama halnya pada kasus infeksi Reovirus, saat ayam terlanjur terserang lumpuh akibat infeksi Marek, maka ayam sudah tidak bisa diobati karena penyebabnya adalah virus. Tindakan yang bisa diambil adalah pemberian antibiotik (Ampicol, Doxytin atau Neo Meditril) untuk mencegah infeksi sekunder. Tindakan untuk mencegah terjadinya infeksi Marek di antaranya dengan menyeleksi DOC, yaitu memilih DOC yang berasal dari induk yang sebelumnya pernah divaksin Herpesvirus di tingkat breeding farm.

Demikian bahasan mengenai beragam penyebab kelumpuhan pada burung puyuh dan ayam broiler. Semoga bermanfaat.

Produk Peternakan :
Probiotik OHN 99 Plus Rp. 25.000/Liter
Dekomposer Extra 88   Rp. 20.000/Liter
Desinfektan Alami        Rp. 50.000/Liter

Untuk Pemesan Bisa menghubungi
CV. GRIYA Tani
Hanief Miftahul Huda
D/a : Jl. K Mustajib RT 001/002 Kel Kunir Kec Dempet
Kab Demak Jawa Tengah 59573

Kontak Person

0 Comments:

Posting Komentar